Sejarah

  1. TAMAN NASIONAL BERBAK

Kawasan Berbak pada mulanya merupakan Suaka Margasatwa yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda Nomor 18 Tanggal 29 Oktober 1935 (Besluit Van den Gouverneur  General Van Nederlansch – Indie van 29 October 1935 No.18 “ Wildreservaat Berbak”) sebagaimana tercatat pada Staatsblad Van Nederlandsch-Indies No.521 tahun 1935 tentang Monumen alam, perlindungan hewan, Jambi. Penetapan kawasan ini sebagai Suaka Margasatwa Berbak didasarkan pada Hukum Pertambangan Hindia Belanda ( Indische Mijnwet ) artikel 8, para 1 sub-para c (Staatsblad No.214 Tahun 1899) dan Mijnordonnantie artikel 86 (Staatsblad No. 38 Tahun 1930).

Dan dibawah perlindungan Hukum Cagar Alam dan Suaka Margasatwa (Staatsblaad No.17 tahun 1932) ditetapkan kawasan suaka margasatwa seluas 190.000 ha di Provinsi Jambi dengan batas-batas sebagai berikut:

Di sebelah Timur                        : Laut Cina Selatan

Di sebelah Utara                         : Selat Berhala

Di sebelah Barat                         : Sungai Berbak dari hulu dimana Sungai Air Hitam Dalam mengalir, mengikuti sungai terakhir sampai batas Marga Djeboes.

Di sebelah Selatan                     : pada batas antara Marga Djeboes dan Marga Berbak, juga dengan Sungai Benu.

Pada tanggal 7 Januari 1991, Pemerintah Indonesia menandatangani persetujuan Convention on Wetlands of International Importance especially as waterfowl habitat yang dikenal sebagai Konvensi Ramsar. Setahun kemudian pada tanggal 7 Januari 1992, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyampaikan persetujuan terhadap Convention on Wetlands of International Importance especially as waterfowl habitat kepada Direktur Jenderal UNESCO di Perancis. Pada kesempatan ini pula sesuai dengan artikel 2 paragraf 4 konvensi tersebut, Pemerintah Indonesia menunjuk Suaka Margasatwa Berbak sebagai Lahan Basah penting Internasional sebagaimana ditetapkan pada artikel 2 paragraf 1. Penetapan ini diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 Tanggal 19 Oktober 1991 Tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance  Especially as Waterfowl Habitat.

Mengingat nilai penting dan potensi Suaka Margasatwa Berbak yang tinggi akan keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun satwa, khususnya satwa langka seperti Tapir (Tapirus indicus) dan Harimau (Phantera tigris sumatrensis) dan telah terpenuhinya kriteria sebagai taman nasional, maka status Suaka Margasatwa Berbak diubah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 285/Kpts-II/1992 Tanggal 26 Februari 1992 Tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Suaka Margasatwa Berbak di Kabupaten Daerah Tingkat II Tanjung Jabung Propinsi Daerah Tingkat I Jambi seluas ± 162.700 ha menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Berbak.

Selanjutnya pada tanggal 8 April 1992 Ramsar Convention of Wetlands melalui Sekretaris Jenderal Convention of Wetlands menunjuk Berbak sebagai Lahan Basah Penting Internasional dan telah dimasukkan pada daftar Lahan Basah Penting Internasional sebagaimana Artikel 2.1.  konvensi dengan nomor ke 554.

Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan Berita Acara Tata Batas Suaka Margasatwa Berbak Tanjung Jabung Tanggal 31 Agustus 1990; Berita Acara Tata Batas Taman Nasional Berbak Tanggal 1 Desember 1994; dan Berita Acara Tata Batas Hutan Produksi Tetap Sungai Lalan Tanggal 26 September 1997, diketahui luasan Taman Nasional Berbak yaitu 142.750, 13 ha. Hal ini menjadi dasar pertimbangan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.113/IV-SET/2014 Tentang Zonasi Taman Nasional Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 dan penunjukan Kawasan Hutan Taman Nasional Berbak sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 421/Kpts-II/1999 Tanggal  15 Juni 1999 dan Keputusan Menteri Kehutanan No, SK 863/Menhut-II/2014 Tanggal 29 September 2014 Tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi, maka kawasan hutan Taman Nasional Berbak ditetapkan seluas 141.261,94 ha sesuai Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK 4649/Menlhk-PKTL/KUH/2015 Tanggal 26 Oktober 2015.

Dalam sejarah pengelolaannya Taman Nasional Berbak telah mengalami beberapakali perubahan status kawasan, pada mulanya TN Berbak berstatus sebagai Suaka Margasatwa Berbak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 18 tanggal 29 Oktober 1935 dengan luas 190.000 ha. Selanjutnya kawasan ini ditunjuk sebagai Taman Nasional Berbak dengan luas 162.700 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 285/Kpts-II/1992. Hingga tahun 1997 kawasan ini dikelola di bawah Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jambi. Dalam perkembangan selanjutnya Taman Nasional Berbak ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) sendiri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 dan pada tahun 2015 Taman Nasional Berbak ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.4649/Menlhk-PKTL/KUH/2015 tanggal 26 Oktober 2015 dengan luas 141.261,94 ha.

  1. TAMAN NASIONAL SEMBILANG

Pada tanggal 28 Pebruari 1994 melalui Peraturan daerah Tingkat I Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Selatan, Gubernur Provinsi Sumatera Selatan menunjuk seluruh kelompok hutan (Suaka Margasatwa Terusan Dalam 25.750 ha, Hutan Produksi Terbatas Terusan Dalam 49.000 ha, Hutan Lindung Sembilang 113.173 ha dan perairan 17.827 ha) menjadi Hutan Suaka Alam seluas 205.750 ha. Kemudian pada Tahun 1996 Ditjen Bangda Departemen Dalam Negeri bekerjasama dengan Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) Departemen Kehutanan melakukan pengkajian potensi kawasan HAS Sembilang dan sekitarnya, dan hasil pengkajian menyimpulkan bahwa kawasan tersebut memenuhi syarat/kriteria menjadi Kawasan Pelestrian Alam dalam bentuk kawasan Taman Nasional.

Menindaklanjuti hasil kajian yang dilaksanakan oleh Ditjen Bangda Depdagri dan Ditjen PHPA Dephut, tahun 1998 melalui surat Nomor 552/5459/BAP-IV/1998 Gubernur Sumsel menyetujui usulan perubahan status HSA Sembilang menjadi Calon Taman Nasional. Atas usulan tersebut tahun 2001 melalui SK Menhut Nomor 76/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan mencantumkan kawasan Taman Nasional Sembilang. Dan pada tahun 2003 melalui SK Menhut Nomor 95/Kpts-II/03 Tanggal 19 Maret 2003 ditetapkanlah Kawasan Taman Nasional Sembilang seluas 202.896,31 ha.